Senin, 11 Oktober 2010

artikel kelompok 1 MBS

MAKALAH

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Slameto, M.Pd











Disusun oleh :
1. Sri Budi Warningsih 292008155
2. Novensia Risma A 292008163
3. Erna Noviyanti 292008053
4. Heni Kusumawati 292008013
5. Meta Purwati 292008184
6. Mustika Puspitasari 292008040

Kelas D

Program Studi SI Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2010


ABSTRAKSI

Dalam bidang pendidikan, pemerintah telah menetapkan delapan standar pendidikan. Salah satu isi standar itu adalah standar pengelolaan. Berkaitan dengan pengelolaan sekolah, maka pemerintah berinisiatif membuat gagasan yang hampir sama dengan negara lain. MBS telah mengalami perkembangan di berbagai belahan dunia sejak akhir tahun 1980-an, seperti di Kanada, Amerika Serikat, Inggris, dan Australia. Di Indonesia biasa kita kenal dengan nama Manajemen Berbasis Sekolah.
Manajemen pendidikan merupakan alternatif strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Hasil penelitian Balitbangdiknas menunjukkan bahwa manajemen sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan.
Manajemen pendidikan juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun tujuan jangka panjang. Dan sekolah diberikan kewenangan khusus untuk mengembangkan apa yang bisa dioptimalkan dari sekolah tersebut.
MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah ( perlibatan masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. MBS menuntut perubahan tingkah laku kepala sekolah, guru, siswa, komite sekolah, orang tua (masyarakat), dan tenaga administrasi sebagai stake holder di sekolah.


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Mutu pendidikan adalah karakteristik menyeluruh dari setiap komponen pendidikan yang menunjukkan kemampuan memuaskan kepada warga sekolah, masyarakat, dinas pendidikan, pemerintah, dan pihak lain yang terkait dengan pendidikan di daerah tersebut. Mutu pendidikan di Indonesia pada setiap jenjang dan satuan pendidikan terutama pendidikan dasar dan menengah merupakan salah satu komponen utama dalam bidang pendidikan yang dialami oleh bangsa. Banyak penelitian yang menunjukan belum adanya mutu yang signifikan di sekolah. Sebagian sekolah di kota-kota menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang memuaskan, namun sebagian yang lainnya (di daerah-daerah terpencil) masih memprihatinkan. Faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain kurang meratanya pengelolaan kuantitas dan kulitas pendidikan di Indonesia yang meliputi guru kurang berkompeten dalam pemberian materi pembelajaran, kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung proses pembelajaran, kepala sekolah yang kurang profesional dalam tugas, kurangnya kesadaran masyarakat untuk ikut serta dalam pengembangan sekolah.
Maka dari itu, dengan adanya MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) yang dicanangkan oleh pemerintah dapat memberikan otoritas kepada sekolah dan pihak terkait sebagai stake holder (semua yang terlibat dalam pengelolaan sekolah) untuk mengembangkan, mengelola, mengontrol, memutuskan kebijakan demi kemajuan sekolah dengan sinergi team work dalam pelaksanaan MBS.

B. Masalah

MBS ada karena salah satunya yaitu adanya perbedaan antara negara, daerah, dan sekolah yang memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Dengan demikian tingkat keberhasilannya pun akan berbeda pula. Permasalahan yang ada di negara kita adalah implementasi MBS dan juga strategi MBS yang kurang baik.

C. Tujuan

Tujuan adanya MBS yaitu mengharapkan agar dapat meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan, mengoptimalkan sekolah dasar di lingkungan itu sendiri agar menjadi wadah untuk belajar yang menerapkan PAIKEM dan meningkatkan prestasi akademik sekolah dengan merubah desain struktur organisasinya.
Tujuan yang lain diantaranya :
a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memperdayakan sumber daya yang tersedia.
b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
c. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, sekolah dan pemerintah tentang mutu sekolah.
d. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian mutu pendidikan yang diharapkan.
e. Untuk mendesain pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah meliputi : guru, kepala sekolah, orang tua siswa dan masyarakat.
f. Dapat mengambil keputusan dengan melakukan perbaikan mutu yang berkelanjutan dengan memiliki kemandirian.
D. Manfaat
Penerapan MBS yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat spesifik dari penerapan MBS sebagai berikut :
a. Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
b. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
c. Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.
d. Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
e. Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.
f. Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.

Adapun spesifik dari stakeholder yaitu :
 Orangtua : meningkatkan kesadaran bahwa pendidikan anak itu sangat penting, dapat mengawasi dan mengontrol proses belajar siswa di rumah
 Guru : meningkatkan kinerja seorang guru yaitu guru dapat lebih disiplin, kreatif dan bertanggung jawab atas pekerjaanya.
 Kepala Sekolah : meningkatkan kinerja kepala sekolah sebagai pengontrol, fasilitator, supervisor di sekolah.
 Komite Sekolah : wakil pengawas sekolah dari wadah masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN

MBS di Indonesia didasari oleh mutu pendidikan di Indonesia yang masih rendah. Oleh karena itu, pemerintah memberi suatu inovasi baru dalam pendidikan yaitu MBS. Dasar hukum penerapan MBS di Indonesia adalah UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. MBS di Indonesia bertujuan untuk membuat sekolah menjadi lebih mandiri dan meningkatkan partisipasi masyarakat. Program ini menekankan pada tiga komponen, yaitu MBS, Peran Serta Masyarakat (PSM), dan PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Ketiga komponen itu tertuang dalam PROPENAS 2000-2004 sebagai program untuk mengembangkan pola penyelenggaraan pendidikan berdasarkan MBS untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan dengan memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.
Di negara lain juga sudah menerapkan model MBS, seperti di Kanada yang dikenal dengan pendelegasian keuangan ( financial delegetion ). Pendekatan yang digunakan yaitu school site Decision-Making telah menghasilkan desentralisasi alokasi sumber daya, tenaga pendidik dan kependidikan, perlengkapan, layanan pendidikan dan sebagainya. Menurut Nurcholis, kemunculan MBS di Kanada didasari oleh kelemahan manajerial pendekatan fungsional yang mengontrol dan membatasi partisipasi bawahan, yang artinya tidak adanya keseimbangan antara atasan dan bawahan karena kekuatan bawahan diabaikan. Agar kekuatan bawahan menjadi suatu kekuatan nyata maka perlu dilembagakan dalam bentuk MBS. School-site Decision Making dapat dilihat sebagai :
a. Solusi bagi ketidakseimbangan ( kekuasaan ) antara atasan dan bawahan.
b. Dalam konteks sosial, sebagai alternatif baru bagi sistem administrasi.
c. Strategi administratif untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan sekolah.
Selain itu Hongkong juga sudah menjalankan MBS dan terdapat 5 kebijakan SMI yang ada dan sudah menjawab masalah-masalah pendidikan yang ada. Acuan 5 kelompok kebijakan SMI yaitu :
1. Peran dan hubungan baru bagi Departemen Pendidikan
2. Peran baru bagi komite manajemen sekolah, para sponsor, pengawas sekolah dan kepala sekolah
3. Fleksibilitas yang lebih besar dalam keuangan sekolah
4. Partisipasi alam pengambilan keputusan
5. Sebagai kerangka acuan dalam hal tingkatam individual dan tingkatan saekolah secara menyeluruh.
Pilar SMI (School Management Initiative) di Hongkong dipilah menjadi 2 bagian yaitu : sistem pelaporan dan akuntabilitas. Yang dimaksud disini, pelaporan atau penilaian direkomendasikan dan diminta untuk dikonsultasikan kepada dewan serta memperhatrikan penilaian yang dimiliki. Akuntabilitas sekolah yang dimaksud sebagai suatu keseluruhan perlu membuat rencana tahunan sekolah, menetapkan tujuan dan kegiatan yang ingin dicapai serta mempertanggungjawabkannya.
Jadi, SMI didasari oleh usaha untuk memperbaiki mutu pendidikan dengan memperluas kesempatan sekolah dan sistem pendidikan. Dalam penyelenggaraan sekolah menekankan partisipasi guru, orangtua, dan siswa tentunya.
Istilah MBS yang merupakan terjemahan dari ” school-besed management”. Istilah ini pertama sekali muncul di Amerika Serikat. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah ( perlibatan masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.
Site-based management dilatarbelakangi oleh munculnya pertanyaan diseputar relevansi dan korelasi hasil pendidikan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Maksudnya kinerja sekolah-sekolah di AS tidak sesuai dengan tuntutan yang diperlukan siswa untuk terjun di dunia kerja. Indikasinya adalah prestasi siswa untuk mata pelajaran matematika dan IPA tidak memuaskan. Oleh karena itu, MBS di Amerika Serikat sedikit diperbaharui, kemudian Reynolds (1997) menyarankan perlunya restrukturisasi sekolah yang mencakup 4 area utama, yaitu:
a. Bagaimana cara memandang siswa dan pembelajaran?
b. Bagaimana cara mendefinisikan program pengajaran dan pelayanan yang diberikan?
c. Bagaimana cara mengorganisasi dan menyampaikan program dan pelayanan?
d. Bagaimana cara mengelola sekolah?
MBS yang sudah ada di Indonesia dibagi menjadi 3 pilar yaitu manajemen, PAIKEM dan PSM.
MBS merupakan bentuk reformasi pendidikan dimana sekolah memiliki tanggapan (responsibility), wewenang (authority), dan tanggungjawab (accountability) dalam meningkatkan kinerja sekolah. Oleh karena itu, MBS menyediakan layanan pendidikan yang menyeluruh dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat sekolah. Prinsip pemerataan (equality) dan kedilan (equity) untuk memperoleh kesempatan pendidikan, efisiensi, dan mutu pembelajaran merupakan karakteristik utama MBS yang dimiliki oleh pendekatan ini. Dalam kaitan ini persyaratan utama yang diperlukan adalah
1. Adanya kebutuhan untuk berubah atau inovasi
2. Adanya restrukturisasi organisasi pendidikan
3. Proses perubahan sebagai proses belajar
4. Adanya budaya profesional di sekolah

Penerapan MBS di Indonesia terdapat 8 motif diterapkannya MBS di Indonesia, yaitu:
a. Motif ekonomi
b. Motif profesional
c. Motif politik
d. Motik efisiensi administrasi
e. Motif finansial
f. Motif prestasi siswa
g. Motif akuntabilitas
h. Motif efektivitas sekolah
Dari motif-motif tersebut di atas, motif terpenting dari penerapan MBS di satu sekolah adalah motif efektivitas sekolah karena dalam motif efektivitas sekolah sudah mencakup semua komponen yang memang harus ada dalam suatu sekolah. Komponen-komponen tersebut adalah:
1. Kepemimpinan yang kuat. Apabila sebuah sekolah dipimpin oleh seorang pemimpin yang kuat pasti para bawahanya juga akan kuat dan kegiatan sekolah dapat terorganisir dengan baik.
2. Guru yang terampil dan berkomitmen tinggi. Apabila sebuah sekolah dididik oleh seorang yang mempunyai keterampilan yang tinggi maka pembelajaran tidak akan membosankan karena para guru akan selalu membuat variasi dalam pembelajaran sehingga peserta didik tidak pernah merasa bosan dan lebih mudah menangkap materi yang diberikan.
3. Mutu pembelajaran yang difokuskan untuk peningkatan prestasi siswa. Mutu pembelajaran sangat penting untuk meningkatkan prestasi belajar siswa karena dengan pelaksanaan pembelajaran yang baik dan tidak membosankan secara otomatis materi yang disampaikan akan lebih mudah ditangkap oleh peserta didik sehingga prestasi peserta didik sedikit demi sedikit akan meningkat.
4. Rasa tanggungjawab terhadap hasil. Sekolah yang yang berkulitas tinggi pasti menghasilkan lulusan yang baik. Oleh karena itu, apabila ingin menjadikan sekolah yang berkualitas maka harus diadakan pembelajaran yang mendukung atau menciptakan lulusan yang baik karena terciptanya lulusan yang baik dipengaruhi oleh proses yang baik pula.
Dalam pelaksanaan MBS ada beberapa hal yang mensyaratkan harus adanya prinsip sebagai berikut :
a. Partisipasi
Partisipasi berarti memberikan kesempatan warga sekolah dan masyarakat untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Ilustrasi penerapannya antara lain setiap 2 bulan sekali di sekolah diadakan rapat yang dihadiri oleh komite sekolah, kepala sekolah, guru, karyawan, orang tua murid atau wali murid jika merupakan suatu yayasan dapat juga ketua yayasan untuk memantau perkembangan sekolah serta evaluasi pendidikan serta memberikan solusi-solusi dalam setiap masalah yang dimiliki oleh sekolah.
b. Transparansi
Yang dimaksud dengan transparansi adalah keterbukaan dalam program dan keuangan. Kerjasama yang dimaksud adalah adanya sikap dan perbuatan lahiriah kebersamaan untuk meningkatkan mutu sekolah.
Ilustrasi penerapannya antara lain orang tua murid mendapatkan hak untuk mengakses nilai anak mereka melalui sebuah web sekolah atau mendapatkan laporan nilai siswa dari guru kelasnya. Selain itu, orang tua murid mendapatkan transparansi keuangan setiap pembayaran SPP.
c. Akuntabilitas
Akuntabilitas berarti pertanggungjawaban sekolah kepada warga sekolahnya, masyarakat, dan pemerintah, melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka. Akuntabilitas tidak terlepas dari delapan standar nasional pendidikan, yaitu :
- Standar isi
- Standar proses
- Standar kompetensi lulusan
- Standar pendidikan dan tenaga kependidikan
- Standar sarana dan prasarana
- Standar pengeloolaan
- Standar pembiayaan
- Standar penilaian pendidikan
Ilustrasi penerapannya antara lain setelah pembelajaran berlangsung selama 1 tahun atau 2 semester, kepala sekolah mengadakan rapat terbuka bersama warga sekolah, masyarakat, dan pemerintah mengenai hasil lulusan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan standar penilaian sekolah.
Contoh penerapan prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas.
a. Prinsip Partisipasi
Dalam pembelajaran dikelas siswa harus aktif. Aktif bertanya, mencari materi sendiri dan berpartisipasif dalam proses belajar. Jadi, guru tidak selalu menggunakan metode ceramah. Siswa aktif dan guru pasif.
b. Prinsip Transparansi
Dalam pembelajaran dikelas guru adil dan transparan dalam memberikan nilai. Tidak memandang dari segi apapun kecuali dari potensi kemampuan siswa yang dimiliki. Selain itu guru harus membuat silabus yang benar sebagai bukti yang nyata untuk proses pembelajaran.
c. Prinsip Akuntabilitas
Akuntabilitas dalam belajar dapat diwujudkan dikelas dengan cara guru menyelesaikan tanggungjawabnya sebagai guru. Harus mengajar sesuai jadwal dan kalender akademik. Menyelesaikan bahan ajar sesuai kurikulum. Sedang siswa bertanggungjawab atas semua dari hasil yang diperoleh, yaitu dalam bentuk prestasi dan nilai-nilai yang bagus.
Beberapa kendala yang mungkin dihadapi dan pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut :
a. Tidak Berminat Untuk Terlibat
Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
b. Tidak Efisien
Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.
c. Pikiran Kelompok
Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.
d. Pelatihan yang Kurang
Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya
e. Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru
Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
f. Kesulitan Koordinasi
Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.
Pihak yang paling banyak harus mengubah perananya dalam pengelolaan pendidikan adalah pihak dari dewan komite sekolah karena mereka adalah badan yang mengelola sekolah, mereka harus mengkoordinasikan yang bagus untuk mengkoordinir orang tua, guru dan kepala sekolah untuk aktif ikut terlibat dalam pelaksanaan MBS. Mereka tidak bisa mengambil keputusan secara sepihak, namun dalam pelaksanaan semua pihak ikut terlibat.
Dan pemecahan masalah atau solusi untuk meminimalisir kehadirannya dalam pelaksanaan MBS dengan cara :
1. Meningkatkan tingkat keprofesioanalan dan manajerial oleh semua pihak yang terlibat.
2. Melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan sejak awal, mereka dapat memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum penerapan MBS.
3. Mengadakan dan memerlukan pelatihan yang cukup tentang MBS dan klarifikasi peran dan tanggung jawab serta hasil yang diharapkan kepada semua pihak yang berkepentingan. Selain itu, semua yang terlibat harus memahami apa saja tanggung jawab pengambilan keputusan yang dapat dibagi, oleh siapa, dan pada level mana dalam organisasi.
4. Anggota masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan yang dibebankan kepada sekolah terlalu tinggi. Jadi peran serta masyarakat sangatlah membantu.
5. Orang tua harus mempunyai minat untuk membantu sekolah dalam melaksanakan MBS dengan berpartisipasi aktif karena tempat dimana anankya di sekolah tersebut membutuhkan peran aktif orang tua.
6. Penerapan MBS akan berhasil jika menerapkan MBS memfokuskan harapan mereka pada dua ketercapaian yaitu meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik
Berikut merupakan contoh kriteria keberhasilan manajenen implementasi MBS dalam meningkatkan mutu sekolah yaitu :
a. Jumlah siswa yang mendapat layanan pendidikan semakain meningkat.
b. Kualitas layanan pendidikan menjadi lebih baik yang berdampak pada peningkatan prestasi akademik dan non akademik siswa.
c. Tingkat tinggal kelas menurun dan produktifitas sekolah semaki baik.
d. Relevansi pendidikan semakin baik karena program-program sekolah dibuat bersama-sama dengan warga masyarakat dan tokoh masyarakat yang disesuaikan dengan kebutuhan lingkungan masyarakat.
e. Terjadinya keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan karena penentuan biaya pendidikan tidak dilakaukan secara pukul rata, tetapi didasarkan pada kemampuan ekonomi masing-masing keluarga.
f. Meningkatnya keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam pengambilan keputusan di sekolah, keputusan intruksional maupun organisasional.
g. Iklim dan budaya kerja sekolah semakin baik, berdampak positif terhadap kualitas pendidikan.
h. Kesejahteraan guru dan setaf sekolah membaik.
i. Terjadinya demokratisasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan implementasi MBS yaitu meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan di sekolah.
Kaitan SPM (Standar Penilaian Minimal) dengan MBS yaitu SPM digunakan sebagai alat ukur parameter yang berlaku secara nasional. Karena SPM pendidikan mencerminkan spesifikasi teknis layanan pendidikan dan merupakan bagian standar nasional. Indikator pencapaian SPM pendidikan adalah kuantitatif dan kualilatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi, yaitu berupa masukan, proses, hasil dan memanfaatkan pelayanan pendidikan di sekolah. Sedangkan pengertian pelayanan dasar adalah pelayanan pendidikan bagi siswa yang mutlak untuk dipenuhi. SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabankan serta mempunyai batas waktu pencapaian.
Salah satu contoh SPM dibidang pendidikan dalam pengelolaaan sarana dan prasarana. Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berekreasi, serta sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang tempat bermain / berolahraga, proses pembelajaran, termasukpenggunaan tekhnologi, informasi dan komunikasi. Sebuah SD/MI sekurang-kurangnya memiliki sarana dan prasarana sebagai berikut :
 Ruang kelas
 Ruang perpustakaan
 Laboratorium IPA
 Ruang Pimpinan
 Ruang Guru
 Tempat ibadah
 Ruang UKS
 Jamban
 Gudang
 Ruang sirkulasi.

BAB III
PENUTUP


I. Kesimpulan
Mengingat mutu pendidikan di Indonesia selama ini kurang memuaskan banyak pihak, maka perlu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Upaya peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan melakukan reformasi pendidikan. Model reformasi yang digunakan adalah model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS adalah salah satu bentuk restrukturisasi sekolah dengan merubah sistem sekolah dalam melakukan kegiatannya.
Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan di sekolah yang menjadikan sekolah menjadi lebih demokratis, transparan, dan akuntabel. Dalam impementasi MBS ini perlu adanya partisipasi aktif dengan komite sekolah, kepala sekolah, guru, masyarakat dan tentunya orang tua murid.
Pada kenyataannya, sebagian besar pembiayaan pendidikan berasal dari orang tua (dalam hal ini masyarakat) dan sekolah mendidik anak masyarakat. Oleh karena itu, sekolah harus bertanggung jawab pada masyarakat, bagaimana dia melaksanakan tugasnya, apa yang belum terlaksana, kekurangan dan kelebihannya, serta bagaimana mengharapkan bantuan dan dukungan masyarakat untuk mendidik anak secara bersama dan berkesinambungan.
MBS adalah salah satu bentuk kepedulian pemerintah untuk memecahkan masalah pendidikan di Indonesia yang sudah tertinggal dari negara maju.
Manajemen Berbasis Sekolah adalah merupakan model pengelolaan dengan memberikan kewenangan pada tingkat sekolah untuk mengelola sekolahnya sendiri secara langsung oleh sekolah dan juga mempunyai hakikat yaitu:
1. Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
2. Pengambilan keputusan bersama
3. Transparansi
4. Akuntabilitas

Tujuan Program MBS adalah peningkatan mutu pembelajaran. Program ini terdiri atas tiga komponen, yaitu:
• Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
• Peran Serta Masyarakat (PSM), dan
• Peningkatan Mutu Kegiatan Belajar Mengajar melalui Penginkatan Mutu Pembelajaran yang disebut Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM)
II. Saran
Saran dari kelompok kami diantarannya yaitu :
a. Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya manajemen berbasis sekolah yang memberikan kewenangan penuh (otonomi) kepada sekolah dan guru dalam mengatur pendidikan. Karena tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efektif, dan efisien.
b. MBS perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik, guru-guru, serta kebutuhan masyarakat setempat.
c. Untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan MBS, kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi harus mempunyai dua sifat yaitu profesional dan manajerial. Mereka harus memiliki pengetahuan yang mendasar tentang peserta didik dan prinsip-prinsip pendidikan, sehingga segala keputusan yang diambil didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah.

Fattah. Nanang dan Ali. M. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka

http://hambatan manajemen berbasis sekolah.id

http://manfaat MBS.com

http:// tujuan MBS.id

2 komentar:

  1. Setelah saya membaca makalah kelompok 1 saya menjadi lebih mengerti tentang hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan khususnya MBS. Di makalah telah dijelaskan tentang pengertian MBS yang dilengkapi dengan contoh penerapan MBS di Negara lain, unsur-unsur MBS, faktor-faktor penghambat MBS serta cara penanggulangan hambatan MBS.
    Saran saya alangkah lebih baik jika coontoh yang diberikan tidak hanya dari negar lain saja tetapi dilengkapi dengan contoh sekolah-sekolah di sekitar kita yang sudah berhasil menerapkan MBS, yang secara tidak langsung bisa digunakan sebagai referensi bagi pembaca untuk diterapkan di sekolahan yang belum menerapkan MBS.
    By
    Muhamad Koiri
    Jurusan Pendidikan Matematika IKIP PGRI SEMARANG

    BalasHapus
  2. Setelah saya membaca tulisan mengenai Manajemen Berbasis Sekolah yang diwujudkan dalam sebuah makalah kelompok anda, saya menjadi lebih paham, bahwa MBS merupakan suatu inovasi dari sistem pendidikan kita yang dapat menjadi solusi dalam peningkatan mutu pendidikan di negara kita Indonesia tercinta, dalam hal ini di ungkapakan dalam makalah anda bagaimana MBS yang mempunyai 3 pilar yaitu manajemen, PAIKEM dan PSM, yang ketiganya merupakan indikator keberasilan dalam penerapan MBS di sekolah. Dalam kelompok anda juga mengungkapkan komponen, prinsip dan contoh penerapan juga contoh kriteria keberhasilan manajenen implementasi MBS. Namun, menurut saya dalam makalah anda lebih memfokuskan pada pembahasan dalam lingkup manajemen sedangkan kedua pilar selain manajemen tidak tidak di bahas secara khusus.
    Terkait makalah anda saya mempunyai beberapa pertanyaan menyangkut MBS.
    1. Apakah dalam UU no 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan kita, mewajibkan semua sekolah menerapkan MBS?
    Karena melihat keadaan yang sesungggunya menurut saya hanya beberapa sekolah di negara kita yang berani menunjukan bahwa sekolahnya telah bertitle MBS, dan juga mengapa sekolah yang berani menerapkan MBS kebanyakan hanya sekolah-sekolah bonafit yang notabene mempunyai bajet yang besar? Menurut saya penerapan MBS tidak semata-mata bagaimana biaya tinggi dapat menciptakan suatu mutu pendidikan yang unngul, namun bagaimana mengusahakan sesuatu yang tidak ada menjadi ada dan memanajemen sesuastu yang ada menjadi optimal.
    By
    Anugrah Ramadhan
    Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang

    BalasHapus