Rabu, 13 Oktober 2010

Artikel MBS Kelompok 2

TUGAS
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Dosen : Prof. Dr. Slameto, M.Pd.


DISUSUN OLEH:
1. Lilik Suryani (292008017)
2. Dhimas Luthfi Herjunanto (292008021)
3. Ulfi Sindu Nugroho (292008049)
4. Ida Sulistyarini (292008064)
5. Prisky Chitika (292008129)
6. Tri Handayani (292008151)
Kelas : D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2010

ABSTRAKSI
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah manajemen pendidikan yang telah dilaksanakan oleh beberapa negara. Salah satunya di Indonesia dan penerapan MBS disesuaikan lebih dahulu dengan Sistem Pendidikan di Indonesia. MBS diterapkan dengan tujuan agar sekolah diberi wewenang untuk mengelola sekolah masing – masing dan semaksimal mungkin sesuai dengan visi dan misi sekolah masing – masing agar mutu pendidikan menjadi meningkat. Dalam model MBS keputusan tidak hanya ditangan kepala sekolah, namun dilakukan secara kolektif dan dilakukan bersama – sama dengan guru, dibantu dengan komite sekolah. Untuk mendukung terlaksananya MBS maka satuan pendidikan yang ada disekolah seperti guru, dan kepala sekolah perlu mengetahui alasan, landasan, dan bagaimana menerapkan MBS disekolah masing – masing.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu diantara tujuan pendidikan nasional yang memiliki keterkaitan dengan dengan pilar kedua rencana strategis Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) adalah mutu pendidikan nasional. Persoalan yang sering terjadi dengan peningkatan mutu pendidikan adalah penyelenggaraan pendidikan di sekolah adalah penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang lebih mementingkan input dan output dibandingkan melihat proses dan aspek lainnya, tingkat keberdayaan sekolah dalam menjalankan fungsi manajemen di sekolah masing – masing, peran serta masyarakat yang masih rendah, serta peralihan penyelenggaraan pendidikan yang sentralistik menjadi desentralistik.
Untuk mengatasi hal tersebut dan seiring dengan era otonomi daerah dengan asas desentralisasinya, peningkatan mutu dan kualitas pendidikan menuntut partisipasi dari seluruh komponen pendidikan dan pemberdayaan komponen pendidikan. Pemerintah juga telah menerapkan MBS yang memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengelola dan juga meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan di sekolah masing – masing. Pengalaman disejumlah negara yang telah menerapkan MBS seperti Kanada, Amerika Serikat, dan Hongkong dan beberapa sekolah yang menjadi contoh penerapan MBS memberikan gambaran bahwa penerapan MBS di sekolah merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
B. Rumusan Masalah
1. Perkembangan pelaksanaan MBS di Kanada dan di Indonesia
2. Lima Kebijakan pokok SMI di Hongkong apakah sudah menjawab masalah pendidikan di Hongkong
3. Pengertian Site Based Management dalam pelaksanaan MBS di Amerika Serikat dan ilustrasinya
4. 8 motif diterapkannya MBS di Indonesia, dan satu motif terpenting dari penerapan MBS di sekolah
5. Kendala penerapan MBS di Sekolah dan pihak mana saja yang paling banyak mengubah peranannya dalam pengelolaan pendidikan
6. Saran – saran mengenai pemecahan kendala-kendala pelaksanaan MBS
7. Karakterisrik MBS secara keseluruhan]
8. Pengertian partisipasi, transparasi, dan akuntabilitas dalam Prinsip – Prinsip Good Governance
9. Ilustrasi penerapan prinsip partisipasi, transparasi, dan akuntabilitas dalam Penerapan MBS dan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas
10. Latar belakang perlunya implementasi MBS
11. Contoh Kriteria Keberhasilan Implementasi MBS dalam meningkatkan mutu sekolah
12. Keterkaitan Antara Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan dengan MBS
13. Contoh Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Pengelolaan Sekolah dan Bidang Sarana dan Prasarana Sekolah Yang Harus Ada di SD/MI
C. Tujuan
Tujuan umum dari pelaksanaan MBS adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan model untuk memberdayakan sekolah melalui pelaksanaan MBS
b. Mengadakan pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM)
c. Peran serta masyarakat didalam lingkungan sekolah yang menyayangi anak – anak
Yang menjadi tujuan khusus pelaksanaan MBS adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kemampuan personil pendidikan dalam MBS untuk meningkatkan mutu dan kualitas sekolah
b. Meningkatkan kemampuan personil sekolah dalam penyelenggaraan PAKEM di sekolah
c. Meningkatkan peran serta masyarakat untuk meningkatkan kinerja dan kemajuan sekolah

BAB II
PEMBAHASAN
Penerapan MBS di Indonesia memiliki dasar kenapa harus diterapkan, yaitu karena berdasarkan mutu pendidikan di Indonesia yang masih rendah. Dan karena itu, pemerintah menerapkan MBS di Indonesia karena anggapan pemerintah bahwa MBS adalah cara yang paling efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. MBS menekankan pada 3 komponen utama yaitu: Manajemen Sekolah (MS), Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM), serta Peran Serta Masyarakat (PSM). Ketiga komponen utama MBS berikut tertuang didalam Program Pendidikan Nasional 2000 – 2004 sebagai program untuk mengembangkan pola penyelenggaraan pendidikan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan berdasarkan MBS dengan memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.
A. Pelaksanaan MBS di berbagai negara
a. Pelaksanaan MBS di Kanada
Di negara lain seperti di Kanada telah berkembang dengan baik model MBS ini. Model MBS di Kanada disebut School – Site Decission Making artinya pengambilan keputusan diserahkan kepada tingkat sekolah masing – masing. Desentralisasi yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada sekolah antara lain: alokasi sumber daya bagi staff pengajar dan administrasi, peralatan, dan pelayanan. Di Kanada sendiri, pelaksanaan MBS sudah dimulai sejak pertengahan tahun 1970. Ciri – ciri pelaksanaan MBS di Kanada adalah sebagai berikut: penentuan alokasi sumber daya ditentukan oleh sekolah, alokasi anggaran pendidikan dimasukkan kedalam anggaran sekolah, adanya program efektifitas guru serta adanya program pengembangan profesionalisme tenaga kerja, setiap tahun diadakan survey pendapat dilakukan oleh para siswa, guru, kepala kantor, staff kepala wilayah, dan orang tua memungkinkan mereka memberikan rangking tingkat kepuasan mereka terhadap sekolah serta pengelolaan dan hasil pendidikan.
b. Pelaksanaan MBS di Indonesia
Pelaksanaan MBS di Indonesia sendiri bukanlah merupakan hal yang baru karena walaupun sebelumnya belum menggunakan istilah MBS, sekolah maupun madrasah yang pengelolaannya dikelola oleh pihak swasta, baik yang mengelola adalah yayasan, pesantren, maupun badan hukum, telah menerapkan prinsip – prinsip MBS didalam pelaksanaannya. Formulasi MBS di Indonesia memiliki
tujuan untuk lebih menekankan persoalan kepada implementasi MBS yang tepat di sekolah. Penerapan MBS di Indonesia juga memiliki dasar hukum yaitu UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penerapan pendekatan serta pengelolaan sekolah dengan menggunakan prinsip MBS secara resmi mulai diberlakukan pada 8 Juli 2003. Pada sebelumnya, pemerintah sudah melakukan dan melaksanakan berbagai program rintisan di semua jenjang pendidikan berkenaan dengan penggunaan model MBS melalui berbagai kebijakan yang memiliki tujuan untuk membuat sekolah menjadi lebih mandiri dan dapat meningkatkan peran serta dan partisipasi dari masyarakat. Pada tahun 1999 dengan melakukan kerjasama dengan PBB (UNESCO dan UNICEF) program pelaksanaan MBS di Indonesia telah dirintis di 124 SD/MI yang tersebar di 7 kabupaten antara lain Propinsi Jawa Tengah yaitu Kabupaten Magelang, Kabupaten Banyumas, dan Kabupaten Wonosobo. Propinsi Jawa Timur yaitu Kabupaten Probolinggo. Propinsi Sulawesi Selatan yaitu Kabupaten Bontang, dan Propinsi Nusa Tenggara Timur yaitu Kota Kupang Pada tahun 2002 pemerintah Selandia Baru memberikan bantuan pendanaan untuk menyebarkan dan memantapkan program sebelumnya di 7 kabupaten/kota rintisan dan untuk mendiseminasikan program ke 7 kabupaten yang lain yang terletak di Indonesia Timur, yaitu Propinsi Papua dan Propinsi Nusa Tenggara Barat. Jumlah SD/MI yang berkembang melaksanakan program MBS menjadi 741 sekolah. Diseminasi bantuan program yang dilakukan UNICEF di pulau Jawa juga dilakukan dengan menggunakan bantuan dana dari Bank Niaga, BFI, Chef for Kids, dan City Bank, bantuan juga diberikan oleh AusAID (lembaga bantuan Australia) hingga pada tahun 2004 program tersebut telah berkembang kedalam 40 kabupaten pada 9 propinsi dengan total SD/MI 1479 sekolah.
c. Pelaksanaan MBS di Hongkong
Program SMI yang ada di Hongkong lebih menekankan pada inisiatif sekolah dalam manajemen sekolah. Lahirnya SMI sendiri untuk memecahkan masalah – masalah pendidikan di Hongkong yaitu: tidak memadainya proses dan struktur manajemen, buruknya peran dan pemahaman tentang tanggung jawab, tidak terdapatnya program pengukuran kemampuan, menekankan fungsi kontrol yang mendetail daripada kerangka kerja yang bertanggung jawab dan akuntabilitas, menekankan pada biaya margin daripada efektivitas nilai uang dan biaya. Menurut Cheng (1996:44) memberikan pernyataan bahwa pelaksanaan SMI didasarkan oleh usaha untuk memperbaiki mutu dan kualitas pendidikan dengan cara memperluas kesempatan sekolah dan sistem pendidikan, perbaikan pada input sumber daya, perbaikan fasilitas belajar mengajar seperti program remidial, program bimbingan siswa, serta beberapa penataran dalam jabatan. Kebijakan ini pelan – pelan mengubah model manajemen yang sifatnya sentralistik dan memberikan otonomi yang lebih besar pada sekolah dalam hal pengelolaan dan pendanaan pada tingkat sekolah tersebut. Kerangka acuan program SMI berisikan 5 kelompok kebijakan yaitu antara lain:
a. Peran dan hubungan baru untuk Departemen Pendidikan
b. Peran baru bagi komite manajemen sekolah, para sponsor, pengawas sekolah serta kepala sekolah
c. Fleksibilitas yang lebih besar dalam keuangan sekolah
d. Partisipasi dalam pengambilan keputusan
e. Sebagai kerangka acuan dalam hal akuntabilitas
Model MBS di Hongkong menekankan pada pentingnya inisitif dari sumber daya sebagai pengganti inisiatif dari atas yang selama ini diterapkan. Inisiatif sekolah yang diberikan ini. Hal ini harus juga dilakukan dan diterapkan dengan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendidikan. Transparansi dan akuntabilitas tidak hanya dalam anggaran yang didapat oleh sekolah, namun juga dalam penentuan dan pengukuran hasil belajar siswa. Dari sini dapat dilihat bahwa program SMI yang diberlakukan di Hongkong sudah mampu untuk menjawab permasalahan pendidikan di Hongkong.
d. Pelaksanaan MBS di Amerika Serikat
Site Based Management dalam pelaksanaan MBS di Amerika Serikat menekankan kepada partisipasi dalam pendidikan dari berbagai pihak. Model MBS di Amerika Serikat walaupun terdapat perbedaan pelaksanaan di beberapa negara bagian mempunyai dua ciri utama dalam reformasi pendidikan sebagai implementasi dari pelaksanaan MBS, yaitu
a. Desentralisasi Administratif
Disini dapat dilihat terdapat perubahan yaitu kantor pusat otoritas pendidikan menunjuk tugas tertentu yang dilaksanakan dan dilakukan oleh kepala sekolah dan guru di sekolah. Kantor pusat (Departemen Pendidikan) menyerahkan kewenangan ke bawah (Sekolah), namun sekolah masih bertanggung jawab keatas (Departemen Pendidikan)
b. Manajemen Berbasis Setempat (Lokal)
Adalah suatu struktur yang memberikan kewenangan kepada para orang tua, kepala sekolah dan guru ditiap sekolah untuk menentukan prioritas, mengalokasikan anggaran, dan menggaji serta memberhentikan staf sekolah.
B. Motif Penerapan MBS di Indonesia
Ada 8 motif diterapkannya MBS di Indonesia antara lain:
1. motif ekonomi,
2. Motif profesional,
3. Motif politik,
4. Motif efisiensi administrasi,
5. Motif finansial,
6. Motif prestasi siswa,
7. Motif akuntabilitas,
8. Motif efektivitas sekolah.
Menurut kami motif terpenting dari penerapan MBS di satu sekolah adalah motif efektivitas sekolah karena hal ini merupakan yang utama dalam pengenalan MBS. Winkler & Gershberg (1999) berhipotesis bahwa beberapa komponen kunci sekolah efektif boleh jadi dipengaruhi oleh implementasi MBS, yang pada akhirnya dapat meningkatkan komponen-komponen itu untuk perbaikan pembelajaran. MBS mendorong ke arah peningkatan karakteristik kunci tentang sekolah efektif yang mencakup kepemimpinan yang kuat, guru-guru yang terampil dan berkomitmen, berfokus pada peningkatan mutu pembelajaran, dan adanya rasa tanggung jawab terhadap hasil.
Hal – hal yang masih sering menjadi kendala dalam pelaksanaan MBS adalah sebagai berikut:
a. Rendahnya prestasi akademik, daya kreatifitas, dan sikap kemandirian siswa
b. Proses belajar mengajar yang kurang mendukung
c. Kurangnya jumlah dan rendahnya mutu dari sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah
d. Kurangnya peran serta masyarakat dalam mendukung kemajuan sekolah
Dari sini kita dapat melihat yang harus mengubah peranannya adalah guru serta masyarakat, karena guru haruslah bisa memotivasi siswanya dan tidak hanya menjejali siswa dengan pengetahuan yang terkadang memaksa tanpa melihat daya kreatifitas dan kemandirian yang dimiliki oleh siswa. Masyarakat juga harus bisa membantu sekolah agar lebih baik, tanpa dukungan dari semua pihak, sekolah tidak akan pernah maju dan bisa – bisa sekolah malah akan tutup karena tidak adanya dukungan dari masyarakat terutama orang tua siswa. Saran dari kami untuk meminimalisir kendala dalam pelaksanaan MBS di sekolah adalah adanya dukungan dari semua komponen – komponen di sekolah demi kemajuan sekolah. Tanpa adanya dukungan dari semua pihak (siswa, guru, kepala sekolah, pemerintah, masyarakat, dan orang tua) semuanya hanya akan sia – sia belaka.
C. Karakteristik MBS
Menurut Nurkholis (2003:56), MBS memiliki 8 karakteristik antara lain:
1. Sekolah dengan menerapkan model MBS memiliki misi atau cita-cita menjalankan sekolah untuk mewakili sekelompok harapan bersama, keyakinan dan nilai-nilai sekolah, membimbing warga sekolah di dalam aktivitas pendidikan dan memberi arah kerja. Misi ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap fungsi dan efektivitas sekolah, karena dengan misi ini warga sekolah dapat mengembangkan budaya organisasi sekolah yang tepat, membangun komitmen yang tinggi terhadap sekolah, dan mempunyai insiatif untuk memberikan tingkat layanan pendidikan yang lebih baik.
2. Aktivitas pendidikan dijalankan berdasarkan karakteristik kebutuhan dan situasi sekolah. Hakikat aktivitas sangat penting bagi sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan, karena secara tidak langsung memperkenalkan perubahan manajemen sekolah dari menajemen kontrol eksternal menjadi model berbasis sekolah.
3. Terjadinya proses perubahan strategi manajemen yang menyangkut hakikat manusia, organisasi sekolah, gaya pengambilan keputusan, gaya kepemimpinan, penggunaan kekuasaan, dan keterampilan-keterampilan manajemen. Oleh karena itu dalam konteks pelaksanaan MBS, perubahan strategi manajemen lebih memandang pada apek pengembangan yang tepat dan relevan dengan kebutuhan sekolah.
4. Keleluasaan dan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya yang efektif untuk mencapai tujuan pendidikan, guna memecahkan masalah-masalah pendidikan yang dihadapi, baik tenaga kependidikan, keuangan dan sebagainya.
5. MBS menuntut peran aktif sekolah, adiministrator sekolah, guru, orang tua, dan pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan di sekolah. Dengan MBS sekolah dapat mengembangkan siswa dan guru sesuai dengan karakteristik sekolah masing-masing. Dalam konteks ini, sekolah berperan mengembangkan insiatif, memecahkan masalah, dan mengeksplorasi semua kemungkinan untuk menfasilitasi
efektivitas pembelajaran. Demikian halnya dengan unsur-unsur lain seperti guru, orang tua, komite sekolah, administrator sekolah, dinas pendidikan, dan sebagainya sesuai dengan perannya masing-masing.
6. MBS menekankan hubungan antarmanusia yang cenderung terbuka, bekerja sama, semangat tim, dan komitmen yang saling menguntungkan. Oleh karena itu, iklmi orgnanisasi cenderung mengarah ke tipe komitmen sehingga efektivitas sekolah dapat tercapai.
7. Peran administrator sangat penting dalam kerangka MBS, termasuk di dalamnya kualitas yang dimiliki administrator. Kedelapan, dalam MBS, efektivitas sekolah dinilai menurut indikator multitingkat dan multisegi. Penilaian tentang efektivitas sekolah harus mencakup proses pembelajaran dan metode untuk membantu kemajuan sekolah. Oleh karena itu, penilaian efektivitas sekolah hatus memperhatikan multitingkat, yaitu pada tingkat sekolah, kelompok, dan individu, serta indikator multisegi yaitu input, proses dan output sekolah serta perkembangan akademik siswa.
Sedangkan menurut MPMBS, karakteristik MPMBS dikategorikan menjadi input, proses, dan output (Depdiknas, 2002). Selanjutnya, uraian singkat berikut dimulai dari output dan diakhiri input, mengingat output memiliki tingkat kepentingan tertinggi, sedang proses memiliki tingkat kepentingan satu tingkat lebih rendah dari output, dan input memiliki tingkat kepentingan dua tingkat lebih rendah dari output.
Menurut MPMBS, karakteristik MPMBS dikategorikan menjadi input, proses, dan output (Depdiknas, 2002). Selanjutnya, uraian singkat berikut dimulai dari output dan diakhiri input, mengingat output memiliki tingkat kepentingan tertinggi, sedang proses memiliki tingkat kepentingan satu tingkat lebih rendah dari output, dan input memiliki tingkat kepentingan dua tingkat lebih rendah dari output.
D. Prinsip – Prinsip Good Governance
a. Partisipasi
Warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dan sebagainya) didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan.
b. Transparansi
Keadaan dimana setiap orang yang terkait dengan pendidikan dapat mengetahui proses dan hasil pengambilan keputusan dan kebijakan yang dibuat oleh sekolah (keterbukaan dalam program dan keuangan).
c. Akuntabilitas
Pertanggungjawaban sekolah kepada warga sekolahnya, masyarakat, dan pemerintah melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka.
Contoh dalam penerapan MBS
a. Partisipasi
Mengadakan pertemuan dengan stake holder sekolah setiap 1 bulan sekali untuk melakukan monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan pendidikan disekolah tersebut. dan pada saat itu semua pihak memberikan solusi – solusi untuk menghadapi permasalahan yang sedang dialami oleh sekolah.
b. Transparansi
Sekolah menyediakan fasilitas online untuk keterbukaan sekolah kepada masyarakat terutama orang tua siswa, misalnya dalam hal keterbukaan keuangan sekolah dan laporan prestasi siswa dari guru kelas masing – masing.
c. Akuntabilitas
Setelah sekolah melakukan kegiatannya selama 1 periode/tahun, pihak sekolah mengadakan rapat akhir tahun dengan mengundang orang tua siswa untuk melaporkan hasil dan perolehan apa saja yang telah diperoleh oleh sekolah dalam hal sarana dan prasarana sekolah, pemeliharaan sekolah, pengelolaan dan pembiayaan sekolah, serta penilaian sekolah terhadap siswanya.
Contoh dalam pelaksanaan pembelajaran didalam kelas
a. Partisipasi
Guru menerapkan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Guru memberikan kesempatan kepada siswanya untuk berkreatif dalam kelasnya dan guru membimbing siswa tersebut agar siswa tersebut kekreatifitasannya dapat lebih terarah dan tentunya tidak memaksakan kehendak guru kepada siswanya.
b. Transparansi
Guru dalam memberikan penilaian kepada siswanya haruslah adil dan tidak pilih kasih. Guru harus benar – benar memberikan nilai sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh siswa tanpa memandang apapun (objektif).
c. Transparansi
Dalam mengadakan pembelajaran dalam kelas, guru harus bisa bertanggung jawab akan proses dalam kelas yang dia ampu. Misalnya guru memberikan pelajaran haruslah sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Sedangkan tanggung jawab siswa dalam pembelajaran dikelas adalah belajar yang sungguh – sungguh dan berusaha untuk mendapatkan prestasi yang bagus.
E. Latar belakang perlunya implementasi MBS
Yang menjadi latar belakang perlunya implementasi MBS adalah pelaksanaan MBS di berbagai negara dan konsep dasar MBS. implementasi MBS akan berbeda-beda antara negara yang satu dengan negara lainnya, antara daerah satu dengan daerah lainnya, bahkan sekolah satu dengan sekolah lainnya. Hal tersebut didasari atas perbedaan tujuan diantara suatu negara, daerah dan sekolah. Tingkat keberhasilannya pun akan berbeda-beda pula.
F. Contoh Kriteria Keberhasilan Implementasi MBS dalam meningkatkan mutu sekolah
Berikut ini merupakan contoh – contoh keberhasilan implementasi MBS dalam meningkatkan mutu sekolah:
1. Jumlah peserta didik yang mendapatkan pelayanan pendidikan semakin meningkat
2. Kualitas pelayanan pendidikan menjadi semakin lebih baik, dan hal ini berdampak kepada peningkatan prestasi akademik dan non akademik peserta didik
3. Tingkat peserta didik yang tinggal kelas menurun serta produktivitas sekolah semakin lebih baik. Artinya, rasio antara jumlah peserta didik yang mendaftar ke sekolah tersebut dengan jumlah peserta didik yang lulus menjadi lebih besar.
4. Relevansi pendidikan semakin baik, karena program-program sekolah dibuat bersama-sama dengan masyarakat dengan tokoh masyarakat, baik dari aspek pengembangan kurikulum dan sarana dan prasarana sekolah yang disesuaikan dengan kebutuhan lingkungan masyarakat
5. Terjadinya keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan, karena penentuan biaya pendidikan (biaya sekolah) tidak dilakukan dengan model pukul rata (semua sama), namun berdasarkan kepada kemampuan ekonomi keluarga peserta didik
6. Peningkatan keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam pengambilan keputusan di sekolah, baik yang menyangkut keputusan instruksional maupun organisasional.
7. Iklim dan budaya kerja di sekolah semakin lebih baik, yang pada akhirnya berdampak positif dan baik terhadap peningkatan kualitas pendidikan di sekolah
8. Kesejahteraan guru dan staf sekolah lebih baik
9. Terjadinya demokratisasi dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah
G. Keterkaitan Antara Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan dengan MBS
Keterkaitan antara SPM Pendidikan dengan MBS adalah SPM digunakan sebagai alat ukur/parameter yang berlaku secara nasional. Karena SPM pendidikan merupakan gambaran spesifikasi teknis pelayanan pendidikan dan merupakan bagian dari standar nasional. SPM Pendidikan memiliki sifat sederhana, mudah untuk diukur, nyata/konkrit, keterbukaan, keterjangkauan, dapat dipertanggung jawabkan, dan memiliki batas waktu pencapaian.
H. Contoh Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Pengelolaan Sekolah dan Bidang Sarana dan Prasarana Sekolah Yang Harus Ada di SD/MI
Yang dimaksud dengan Standar sarana dan prasarana berdasarkan PP No.19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan merupakan standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Contoh SPM Pendidikan pengelolaan sekolah dan bidang sarana dan prasarana yang harus terdapat di SD/MI antara lain:
Standar sarana dan prasarana ini mencakup:
1. Kriteria minimum sarana yang terdiri dari perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah / madrasah,
2. Kriteria minimum prasarana yang terdiri dari lahan, bangunan, ruang-ruang, dan instalasi daya dan jasa yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah / madrasah.
Fasilitas atau benda-benda sarana pendidikan dapat ditinjau dari fungsi, jenis atau sifatnya, yaitu:
1. Ditinjau dari fungsinya terhadap PBM, prasarana pendidikan berfungsi tidak langsung (kehadirannya tidak sangat menentukan). Sedangkan sarana pendidikan berfungsi langsung (kehadirannya sangat menentukan) terhadap PBM.
2. Ditinjau dari jenisnya, fasilitas pendidikan dapat dibedakan menjadi fasilitas fisik dan fasilitas nonfisik.
3. Ditinjau dari sifat barangnya, benda-benda pendidikan dapat dibedakan menjadi barang bergerak dan barang tidak bergerak, yang kesemuanya dapat mendukung pelaksanaan tugas.
Secara singkat ketiga tinjauan fasilitas atau benda-benda pendidikan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Ditinjau dari fungsinya terhadap Proses Belajar Mengajar (PBM), prasarana pendidikan berfungsi tidak langsung (kehadirannya tidak sangat menentukan). Termasuk dalam prasarana pendidikan adalah tanah, halaman, pagar, tanaman, gedung/bangunan sekolah, jaringan jalan, air, listrik, telepon, serta perabot/mobiler. Sedangkan sarana pendidikan berfungsi langsung (kehadirannya sangat menentukan) terhadap PBM, seperti alat pelajaran, alat peraga, alat praktek dan media pendidikan.
2. Ditinjau dari jenisnya, fasilitas pendidikan dapat dibedakan menjadi fasilitas fisik dan fasilitas nonfisik. Fasilitas fisik atau fasilitas material yaitu segala sesuatu yang berwujud benda mati atau dibendakan yang mempunyai peran untuk memudahkan atau melancarkan sesuatu usaha, seperti kendaraan, mesin tulis, komputer, perabot, alat peraga, model, media, dan sebagainya. Fasilitas nonfisik yakni sesuatu yang bukan benda mati, atau kurang dapat disebut benda atau dibendakan, yang mempunyai peranan untuk memudahkan atau melancarkan sesuatu usaha seperti manusia, jasa, uang.
3. Ditinjau dari sifat barangnya, benda-benda pendidikan dapat dibedakan menjadi barang bergerak dan barang tidak bergerak, yang kesemuanya dapat mendukung pelaksanaan tugas.
4. Barang bergerak atau barang berpindah/dipindahkan dikelompokkan menjadi barang habis-pakai dan barang tak habis pakai.
i. Barang habis-pakai ialah barang yang susut volumenya pada waktu dipergunakan, dan dalam jangka waktu tertentu barang tersebut dapat susut terus sampai habis atau tidak berfungsi lagi, seperti kapur tukis, tinta, kertas, spidol, penghapus, sapu dan sebagainya. (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 225/MK/V/1971 tanggal 13 April 1971).
ii. Barang tak-habis-pakai ialah barang-barang yang dapat dipakai berulang kali serta tidak susut volumenya semasa digunakan dalam jangka waktu yang relatif lama, tetapi tetap memerlukan perawatan agar selalu siap-pakai untuk pelaksanaan tugas, seperti mesin tulis, komputer, mesin stensil, kendaraan, perabot, media pendidikan dan sebagainya.
5. Barang tidak bergerak ialah barang yang tidak berpindah-pindah letaknya atau tidak bisa dipidahkan, seperti tanah, bangunan/gedung, sumur, menara air, dan sebagainya.
Sedangkan jenis-jenis prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:
a) Prasarana pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktek keterampilan, dan ruang laboratorium.
b) Prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar, tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar mengajar. Beberapa contoh tentang prasarana sekolah jenis terakhir tersebut di antaranya adalah ruang kantor, kantin sekolah, tanah dan jalan menuju sekolah, kamar kecil, ruang usaha kesehatan sekolah, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parkir kendaraan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Latar belakang perlunya implementasi MBS adalah pelaksanaan MBS di berbagai negara dan konsep dasar MBS. implementasi MBS akan berbeda-beda antara negara yang satu dengan negara lainnya. MBS memiliki 3 pilar utama yaitu Manajemen Sekolah (MS), Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM), serta Peran Serta Masyarakat (PSM). Jika ketiga pilar ini tidak berjalan maka pelaksanaan MBS di sekolah tersebut akan kurang maksimal. MBS juga mensyaratkan didalamnya bahwa sekolah tersebut haruslah partisipatif, transparan, dan akuntabilitas dalam pelaksanaannya. Pelaksaaan MBS yang baik juga didasarkan adanya peran monitoring dan evaluasi dari semua pihak (stakeholder). Perubahan dalam MBS juga mensyaratkan adanya dukungan dan partisipasi dari stakeholder sekolah. Dan pada akhirnya sekolah yang telah menerapkan MBS dengan baik adalah sekolah yang mengalami peningkatan dalam kinerja sekolahnya dan dilandaskan kepada prinsip – prinsip MBS yang baik (kualitas, efektifitas, produktivitas, efisiensi, inovasi, dan surplus pendanaan sekolah.
B. Saran
Saran dari kami adalah pentingnya mempelajari manajemen sekolah. Karena sekarang adalah jamannya otonomi. Guru juga dituntut agar profesional dalam mengajar dan menjalankan manajemen sekolahnya. Tanpa kesadaran tersebut sulit sekolah itu akan maju. Pihak sekolah juga harus belajar mengetahui apakah yang diinginkan, dibutuhkan oleh siswa dan masyarakat disekitar sekolah. Dan tentunya untuk memenuhi dan mengerti MBS sekolah harus memenuhi dua hal berikut: profesional dan manajerial. Dan tentunya harus juga mengerti dan paham tentang peserta didik dan prinsip – prinsip dalam pendidikan agar segala keputusan yang akan dibuat sesuai dengan pertimbangan dan aturan pendidikan yang telah ada.

DAFTAR PUSTAKA
http://niningsulistyoningrum.wordpress.com/2010/05/15/standar-sarana-dan-prasarana/
Syaifuddin, Mohammad dkk. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas
Permendiknas no.24 th.2007 tentang standar sarana dan prasarana pendidikan.
http://gurutrenggalek.blogspot.com/2009/12/implementasi-mbs-di-indonesia.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar